Kisah Keberanian Soeharto Menembus Medan Perang Untuk Bantu Muslim Bosnia


Presiden Soeharto ternyata punya kisah menegangkan ketika menembus medan perang Sarajevo. Saat itu, Presiden ke dua Republik Indonesia tersebut sedang dalam upaya membantu muslim Bosnia.
Seperti diketahui, pada kurun waktu antara tahun 1992 hingga 1995 terjadi konflik di Balkan. Tentara Serbia membunuh dan menghabisi etnis Bosnia. Pembantaian yang terjadi terhadap Muslim Bosnia tercatat sebagai genosida paling mengerikan setelah Perang Dunia II usai.
Tahun 1995, ketika sedang terjadi kecamuk dan baku tembak masih terjadi, Presiden Soeharto kala itu berkunjung ke Balkan. Soeharto bertemu Presiden Kroasia Franjo Tudjman, di Zagreb. Mantan tentara tersebut pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Sarajevo, ibu kota Bosnia Herzegovina.
Seperti yang dilansir oleh merdeka.com, kisah mengenai perjalanan yang penuh ketegangan tersebut tertuang pada Buku ‘Pak Harto The Untold Stories’ yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2011.
Saat itu semua anggota rombongan terkejut atas keputusan Soeharto untuk Bosnia. Terlebih, beberapa saat sebelumnya mereka mendengar kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke Bosnia.
Akan tetapi, Soeharto ternyata tidak bergeming. Ia tetap memutuskan untuk ke Bosnia. Pihak PBB pun sempat melarang. Akan tetapi setelah melalui perdebatan, Soeharto akhirnya mendapat ijin untuk terbang ke Bosnia.
Saat itu, PBB mengijinkan namun tidak memberi jaminan keselamatan. Tidak hanya itu, Soeharto diminta menandatangani pernyataan resiko yang isinya antara lain PBB tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu yang buruk menimpa Presiden RI tersebut.
Soeharto langsung meminta formulir yang dimaksud kepada Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, Kolonel Sjafrie Sjamsoeddin. Tanpa ragu Soeharto menandatanganinya.
Sjafrie saat itu mengaku takut juga. Terlebih Soeharto tidak berkenan mengenakan helm baja serta rompi anti peluru.
“Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja,” ujar Soeharto pada Sjafrie.
Soharto hanya mengenakan kopyah dan jas. Sjafrie juga saat itu mengenakan kopyah, tujuannya untuk mengecoh para penembak jitu yang mungkin sedang mengincar orang nomer satu di Indonesia tersebut.
Suasana mencekam. Saat mendarat di Sarajevo, Sjafrie melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat terbang terus bergerak mengikuti pesawat yang ditumpangi rombongan Presiden Soeharto.
“Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah,” beber Sjafrie.
Selepas berhasil medarat, ketegangan masih berlanjut. Rombongan Soeharto harus melewati Sniper Valley, sebuah lembah yang menjadi medan pertarungan para penembak jitu Serbia dan Bosnia. Ini adalah sebuah tempat yang menyeramkan, karena sudah tak terhitung nyawa melayang karena baku tembak.
Pak Harto memang berada dalam panser yang disediakan PBB saat melewati wilayah menyeramkan itu. Meski di dalam panser jenis VAB, kondisi tidak mutlak aman. Akan tetapi, Soeharto nampak santai dan tenang selama perjalanan.
Presiden Soeharto akhirnya tiba ditujuan. Kondisi Bosnia saat itu sungguh memprihatinkan. Tidak ada air bersih, hingga untuk mendapatkan air harus mengambil dengan ember.
Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic menyambut hangat kedatangan Presiden Soeharto. Dia benar-benar bahagia Soeharto tetap mau menemuinya walaupun harus melewati bahaya.
Sjafrie sempat menanyakan motif Soeharto nekat mendatangi daerah konflik yang sangat berbahaya. Ia merasa heran kenapa orang sekelas Soeharto berani mengambil resiko dengan mengenyampingkan keselamatan diri.
“Ya kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang ya kita datang saja. Kita tengok,” jawab Pak Harto.
Soeharto menyatakn jika tujuannya untuk membangkitkan semangat warga Bosnia.
“Ya itu bisa kita kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka jadi tambah semangat,” ucap Soeharto.
Kata-kata Presiden Soeharto tersebut sangat membekas dibenak Sjafrie. Bahkan setelah puluhan tahun, ia menyatakan masih ingat betul kata-kata tersebut.
“Kalimat yang diucapkannya bermuatan keteladanan yang berharga bagi siapa pun yang hendak menjadi pemimpin,” tutup Sjafrie.
Sumber: suratkabar.id
Mesothelioma is an occupationsl disease. Exposure to asbestos at the workplace is the single most important risk factor for developing mesothelioma. In the era when safety measures were often deficient, workers were constantly exposed to asbestos fibers and many of them developed the disease. Mesothelioma develops some 40-60 years after exposure and is thus common in the senior citizens who have worked in places known to have asbestos in the ambient environment. Compensations and lawsuits are common and are justified where there were gross violations in safety measures. The manufacturers and even distributors knew for decades that asbestos was hazardous, but they did not warn people of those hazards. As a result, a patient has the right of recovery against those manufacturers who can help pay the costs of treatment and provide compensation for the resultant pain and suffering. No amount of monetary benefits can compensate the suffering but at least the compensation can take care of the medical expenses involved. Any person affected directly or indirectly is eligible for compensation. Filing a mesothelioma lawsuit is a long and tedious process. As soon as a diagnosis has been made, it is critical to get hold of a qualified mesothelioma attorney to file claims. It is better to file a suit with the help of attorneys who are experienced in these issues. They have done the hard legwork and groundwork and as such can help speedier processing of the claims. All said and done choosing a mesothelioma attorney is a personal decision and best left to the patient and his or her relatives. The following questions can help make a good decision regarding mesothelioma lawyers and firms. 1. How long has the firm been handling these type of cases? 2. How many cases are being handled currently? 3. How many cases have been handles successfully in the recent past? 4. Will a law firm work on your case or refer it to another law firm? If referred what are the credentials of the referred law firm? 5. How many cases have been taken to trial and what have been the nature of the verdicts? 6. In the event of an appeal are there qualified lawyers in the firm who handle appellate and related legal issues? 7. What is the track record for the firm in handling appealed cases successfully? The Martindale-Hubbell Legal network is a good point to begin search for mesothelioma lawyers and firms. A simple search on a search engine will give further details. The Oklahoma Bar Association has put out excellent guidelines regarding choosing an attorney. They state that "Selecting a lawyer is a personal matter. You must judge which particular attorney will be best for you. Before making a decision, however, you may want to contact several lawyers or law firms to gather some comparative information." It is extremely important to trust the lawyer or firm one hires. No lawyer can be expected to win every case, and sometimes the best legal advice may not be exactly what you want to hear." For further information on mesothelioma, its signs and symptoms, screening, treatment options and other latest medical information on mesothelioma visit [http://mesotheliomareviews.blogspot.com] Article Source: https://EzineArticles.com/expert/Rajgopal_Venkataraman/173077 Article Source: http://EzineArticles.com/1293747

0 Response to "Kisah Keberanian Soeharto Menembus Medan Perang Untuk Bantu Muslim Bosnia"

Posting Komentar

Histats